Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, Maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah Lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui.

QS. Al-Maidah Ayat 54


Senin, 29 April 2013

Terkadang, Kebaikan Itu Harus Dipaksakan

Bismillahirrahmanirrahim

Sekian tahun lalu kata “tarbiyah” menurutku adalah sebuah ritual yang hanya buang-buang waktu saja. Bagaimana tidak? Sebuah kumpulan orang-orang “takut lelaki” melingkar di tempat yang jauh dari keramaian. Kemudian hanya membincangkan seputar Islam yang sangat membosankan. Ritual sakral atas nama “tarbiyah” memang telah lekat di telingaku sejak tahun pertama aku  mengenakan seragam putih abu-abu. Namun, cahaya hidayah tak jua mampu menembus gerbang syeitan la’natulloh ‘alaih. Tidak, bukan tak mampu. Lebih tepatnya tak mau mampir di hati. Hal ini jelas karena kemaksiatan yang aku lakukan.

Sebenarnya, diselubung hati terkecil masih ada gejolak ingin mengikutinya. Hanya saja, ketakutan atas penjilbab besar masih lebih besar ketimbang keinginan. Akibatnya, untuk hanya sekadar mengatakan aku inginpun begitu berat. Ketakutan ini pun terus berlanjut dan diperkuat dengan isu yang tersebar luas di masyarakat. Bahwa penjilbab besar adalah orang-orang yang melebih-lebihkan syariat, tak mau bersosialisasi, takut lelaki, bahkan dituding sebagai sebuah aliran sesat. Entah ini benar atau tidak, yang jelas hal inilah yang pada saat itu beredar dan aku tak pernah mengetahui benar tidaknya.

Lantas, apa hubungannya jilbab besar dengan  tarbiyah? Mengapa aku menyebut-nyebut tarbiyah kemudian memunculkan kata jilbab besar? Entah ini ada hubungannya atau tidak. Sesuai pengalaman yang pernah aku dapatkan bahwa, semua orang yang pernah mengajaku tarbiyah mereka adalah para perempuan dengan jilbab besarnya. Bahkan, hanya dengan mendengar kata tarbiyahpun maka yang terlintas dalam ingatan adalah para penjilbab besar.

Seiring dengan pergantian siang dan malam,  ketakutan-ketakutan menjadi sebuah sindrome  yang kusebut phobia jilbab besar”. Istilah ini muncul disebabkan mainset yang terlanjur percaya bahwa mereka adalah aliran sesat. Sehingga hanya dengan  melihat atau mendengar pun, rasa takut dan  risih itu muncul. Phobia jilbab besar ini terus mengurat hingga masa putih abu-abu tinggal kenangan.

 من يهده الله فلا مضل له ومن يضلل فلا هادي له
“Barang siapa yang diberi hidayah oleh Allah maka tidak ada yang bisa menyesatkannya, dan barang siapa yang disesatkan oleh Allah maka tidak ada yang mampu memberinya petunjuk”[1]

Mungkin, akan muncul pertanyaan mengapa potongan kalimat pembuka majelis ini tiba-tiba muncul di tengah-tengah tulisan. Aku akan segera menjawabnya. Aku yang dahulu adalah seorang “phobia jilbab besar” kini ternyata adalah  pelaku jilbab besar. Hal ini sesuai dengan potongan doa pembuka majelis tersebut. Allah Maha membolak-balikkan hati. Maka siapakah yang mampu menolaknya ketika Allah telah berkehendak.

Mungkin pula pembaca akan bertanya-tanya mengapa aku yang seorang “phobia jilbab besar” bahkan menjadi pelaku jilbab besar. Hal ini terjadi karena aku ikut-ikuttan pada penyelenggaraan ritual sakral atas nama “tarbiyah”. Sebenarnya tak serta-merta ikut-ikuttan, lebih tepatnya terpaksa ikut-ikuttan. Mengutip perkataan seorang teman bahwa terkadang kebaikan itu mesti dipaksakan. Dan aku bersyukur pernah berada dalam kondisi keterpaksaan itu.

Keadaan ini tentunya tak terjadi begitu saja. Ada sosok yang berdiri tegap di belakangku. Dia siap mendorongku tatkala aku mundur, dan siap menarikku ketika aku  lari dari tarbiyah. Maka  jadilah aku  terperosok dalam keterpaksaan ikut tarbiyah.

Tarbiyah  bagi sebagian orang -mungkin- menjadi hal paling menakutkan. Keadaan ini pun pernah terjadi pada diriku sendiri. Kurang lebih alasannya  sama seperti waktu jaman SMA dulu. Jilbab besar sang penyebar aliran sesat.

Namun, ketakutan  masyarakat ini bisa pula terjadi karena mereka tak mengetahui esensi dan apa tarbiyah itu sendiri. Bisa jadi mereka menganggap bahwa di lingkaran tarbiyah tersebutlah diajarkan aliran sesat. Hal inilah yang harus diluruskan.

Saat ini, sebagai salah satu pelaku jilbab besar tentu hal ini menjadi sebuah keadaan yang sangat menyedihkan. Sebagai seorang pelaku jilbab besar tentu akupun ingin saudari-saudariku merasakan hidayah yang saat ini aku rasakan. Tetapi, satu hal yang menjadi pertanyaan besar adalah bagaimana mengubah persepsi yang terlanjur mengakar ini? Menurutku, jawabannya hanya satu, Tarbiyah Islamiyah.

Tarbiyah bukanlah seperti yang mereka persepsikan selama ini. Justru, melalui tarbiyahlah aku semakin terpikat oleh semua keindahan Islam. Menurut Umar Yusuf Hamzah mengemukakan bahwa secara umum kata tarbiyah dapat dikembalikan pada tiga akar kata yang berbeda;- يربو  ربا yang semakna dengan- ينمو  نما berkembang,  ربي- يربي yang berarti tumbuh, dan ربّ- يربّ yang bermakna memperbaiki, mengurus, memimpin, menjaga, memelihara dan mendidik. Berdasarkan pengertian ini dapat dianalisa bahwa tarbiyah  adalah mempelajari dan mengamalkan ilmu tentang keislaman dan dilakukan secara berkesinambungan. Pengertian ini telah jauh dari apa yang mereka persepsikan. Pada kenyataannya tarbiyah merupakan salah satu wadah yang didalamnya mempelajari ilmu-ilmu Islam sebagai bekal menuju dunia yang sesungguhnya.

Jika konsep tarbiyah ini dipahami oleh masyarakat, besar kemungkinan mereka tak segan-segan mengikutinya. Sehingga, merekapun dapat menjemput hidayah mereka melalui tarbiyah. Menjemput hidayah  melalui tarbiyah memang bukanlah satu-satunya jalan mendapatkan hidayah.  Masih banyak sarana-sarana lain. Meskipun demikian, aku ingin saudariku merasakan nikmatnya hidayah melalui tarbiyah. Mengenai hal ini, tentu manusia hanya bisa berusaha karena Allah Subhanahu Wa Ta’ala-lah yang memegang kendali atas hati-hati manusia. Sebagaimana sabda-Nya:

إِنَّكَ لا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَن يَشَاء وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
“sesungguhnya engkau tidak akan bisa memberikan petunjuk kepada orang yang engkau cintai, akan tetapi Allah lah yang memberi hidayah kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Dia  lebih tahu terhadap orang-orang yang mendapatkan hidayah” [2]

Hidayah, hidayah, hidayah. Hidayah seperti apa yang diharapkan? Tentunya hidayah yang datangnya dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala.  Hidayah adalah cahaya kelembutan yang Allah Subhanahu Wa Ta’ala turunkan kepada hamba-Nya yang ia kehendaki. Hidayah adalah sebuah karunia terbesar bagi manusia yang mampu mendapatkannya. Dan manusia terhebat adalah manusiayang mampu  menjaga hidayah. Namun, tak lengkap rasanya hidayah tanpa seorang pekerja keras. Siapakah pekerja keras itu? Menurutku, pekerja keras adalah manusia yang terus menambah dan mengejar kesibukan dunia untuk mendapatkan Syurga yang dijanjikan Allah Subhanahu Wa Ta’ala.  

Seperti yang telah aku kemukakan bahwa hidayah adalah karunia terbesar. Hidayah adalah nikmat sebaik-baik nikmat. Aku bersyukur, Allah Subhanahu Wa Ta’ala menurunkan hidayah-Nya kepadaku melalui tarbiyah Islamiyah. Alhamdulillah..

Dan kepada orang yang telah Allah Subhanahu Wa Ta’ala titipkan untuk menjagaku, aku ucapkan jazakillah khair atas kesabarannya mendorongku tatkala mundur, dan menarikku ketika lari. Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala menjagamu hingga takdir berlaku atas dirimu..

Wahai Dzat yang Maha Membolak-balikkan hati, penuhilah hati ini dengan cahaya-Mu dan cukupkanlah hati ini dengan mengingatmu... Aamiin.

penulis adalah salah satu Mahasiswi Angkatan 2011 Fakultas Kesehatan Masyarakat Unhas


__________________________
[1] Sepenggal kalimat khuthbah yang sering disebut dengan khuthbah hajah, yang dicontohkan oleh Nabi صلى الله عليه وسلم di setiap khuthbah yang Beliau sampaikan, [كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول في خطبته يحمد الله ويثني عليه بما هو أهله ثم يقول: [من يهده الله فلا مضل له ومن يضلله فلا هادي له. إن أصدق الحديث كتاب الله، وأحسن الهدى هدي محمد، وشر الأمور محدثاتها، وكل محدثة بدعة، وكل بدعة ضلالة، وكل ضلالة في النار] (رواه النسائي)
[2] Surat Al-Qashash : Ayat-56

1 komentar:

Silahkan berkomentar baik itu kritik dan saran demi perbaikan blog ini ke depannya. Jikalau ada salah-salah kata kami mohon diampunkan oleh Allah subhanahu wata'ala. Syukran