Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, Maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah Lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui.

QS. Al-Maidah Ayat 54


Kamis, 27 Desember 2012

Abdurrahman bin Auf


Bismillahirrahmanirrahim

Abdurrahman bin Auf, seorang konglomerat yang berjihad dengan hartanya. Dia adalah orang yang masuk Islam dua hari setelah keislaman Abu Bakar As-Siddiq. Berjuang bersama Rasulullah di Mekah, mengalami penistaan, siksaan dan penghinaan yang luar biasa dari orang-orang kafir Quraisy serta beragam cobaan lainnya. Tapi seperti para sahabat lainnya, siksaan tak menyebabkan mereka surut berjuang, malah makin meningkatkan kualitas keimanannya. 

Dia termasuk orang yang ikut berhijrah, dan setelah sampai di Madinah, bertemu dan diterima sahabat Anshar, kemudian Rasulullah mempersaudarakannya dengan Sa'ad bin Rabi' al Anshary, salah seorang terkaya di kota itu. Mengetahui Abdurrahman ibn Auf meninggalkan isteri dan harta kekayaannya di Mekah demi berhijrah mengikuti Rasulullah, suatu hari terjadi dialog yang sangat menarik.

"Saudaraku, aku adalah orang terkaya di Medinah. Aku punya dua kebun dan dua isteri. Pilihlah kebun mana yang kau suka, dan isteri mana yang kau mau. Aku akan melepasnya agar menjadi kebunmu, dan menjadi isterimu",  kata Sa'ad. Mendapatkan tawaran ini, ibn Auf menolaknya dengan halus dan berkata,
"Semoga Allah memberkati harta dan keluargamu, tunjukkan saja kepadaku di mana letak pasar". 

Maka mulailah dia berusaha dengan menjadi buruh pada orang lain, terkadang menjadi kuli angkut barang. Dan berapapun pendapatan yang diperolehnya sebagian ditabung, sebagian ia infakkan. Dalam waktu yang tidak lama, ia pun mulai bisa membeli barang untuk kemudian dijualnya. Karena kejujuran, kegigihan dan keahliannya dalam berbisnis, usahanya pun berkembang, dan hanya dalam tempo dua tahun saja ia sudah memiliki kafilah dagang sendiri, menjalin hubungan bisnis dengan berbagai orang di berbagai negeri.

Yang sangat menarik dari Abdurahman bin Auf ini adalah semangat berinfaknya. Pernah suatu ketika sesuai Rasulullah berpidato, "Wahai manusia, bersedekahlah! Sebab aku ingin mengirimkan pasukan". Ia pun bergegas pulang dan kembali dengan menyiapkan dana, katanya,  "Ya Rasulullah, aku punya 4.000 dirham. Separuh kupinjamkan kepada Allah. Dan separuhnya lagi kutinggalkan untuk keluargaku." Peristiwa ini terjadi menjelang perang Uhud. Begitu juga ketika menjelang terjadinya perang Tabuk. Madinah sedang mengalami musim paceklik.  Jarak yang ditempuh sangat jauh, sementara perbekalan dan transportasi yang tersedia amat terbatas. Rasulullah menghimbau umat Islam untuk berinfak. Dan mereka pun segera memenuhi imbauan ini, dan pelopornya tentu saja Abdurrahman bin Auf. Ia sendiri menginfakkan seluruh hartanya,  dan tindakannya itu mendorong Umar bin Khattab melaporkannya, katanya, "Ya Rasulullah, kurasa Abdurrahman bIn Auf menyengsarakan keluarganya, dan ini termasuk perbuatan dosa, sebab dia tidak meninggalkan untuk mereka sesuatu sedikitpun."

Kemudian Rasulullah memanggil Abdurrahman bin Auf, dan bertanya, "Apakah engkau telah menyisakan sesuatu untuk keluargamu?"

"Sudah," jawabnya, "Yang kutinggalkan jauh lebih banyak dari pada yang kuinfakkan,"
"Apa itu, dan berapa?"  tanya Rasulullah.
"Yaitu rizki, kebaikan dan pahala yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya."

Setelah Rasulullah wafat, dialah yang bertugas mengurus ummahatul-mukminin, menyediakan kebutuhan mereka dan menjaga kehormatan mereka. Dia pernah menjual tanah senilai 40.000 dinar, dan uang hasil penjualannya dibagi-bagikannya kepada isteri-isteri Nabi, orang-orang fakir dan miskin dan kaum muhajirin. Do'a Nabi terbukti. Dia menjadi sahabat terkaya. Harta yang dimilikinya telah mengantarkannya menjadi orang yang mendapatkan berkah dan keridhoan Allah. Menjadi orang yang bersyukur dengan cara senantiasa membantu dan memperhatikan kebutuhan orang lain.

Pernah terjadi suatu hari Medinah bergetar dan bergemuruh karena kedatangan iring-iringan kafilah dagang ibn Auf yang membawa 700 ekor unta penuh muatan barang dagangan,

"Suara apa itu?"  tanya Siti Aisyah
"Suara kafilah dagang Abdurrahman bin Auf,"  jawab seseorang
"Allah memberkahi semua yang diinfakkan di dunia, dan pahala di akhirat lebih besar. Aku pernah mendengar Rasulullah mengatakan bahwa Ibn Auf akan memasuki surga dengan merangkak bila tak mau berinfak."  Ternyata dalam waktu yang tidak lama, Ibn Auf mendengar perkataan Aisyah ini, dan ia segera mendatangi beliau, kemudian bertanya:

"Wahai ibu, apakah anda mendengar kata-kata yang diucapkan Rasulullah itu?"
"Benar," jawab Aisyah.
Sinar matanya berbinar-binar. Hatinya pun dipenuhi kebahagiaan, ia berkata: "Wahai ibu, jadilah saksiku, aku ingin memasuki surga dengan berdiri dan berlari. Seluruh unta ini dengan semua barang dagangan yang ada kuinfakkan demi perjuangan fi sabilillah."

Semoga Allah senantiasa memberkahimu, wahai sahabat Rasulullah,  sungguh aku bahagia mengenal mereka sebagai insan-insan teladan. Kecintaannya kepada Allah, kesetiaannya kepada Rasulullah, kerinduannya mendapatkan keridhoan-Nya, damba memasuki surga-Nya, telah menumbuhkan spirit luar biasa untuk berkorban, berkorban dan berkorban dengan apa yang mereka miliki. Inilah manusia tauhid. Manusia yang betul-betul memahami makna laa ilaaha illa Allah, Muhammad al Rasulullah.     

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan berkomentar baik itu kritik dan saran demi perbaikan blog ini ke depannya. Jikalau ada salah-salah kata kami mohon diampunkan oleh Allah subhanahu wata'ala. Syukran